Syekh Sayyid Amir al-Kulaly

Sayyid Amir al-Kulaly dilahirkan di desa Sukhar, dua mil dari Bukhara (sekarang di wilayah Negara Uzbeskistan). Keluarganya adalah Sayyid, keturunan dari Rasul Allah Muhammad SAW. Ibunya berkata, “Ketika Aku mengandungnya, setiap kali tanganku ingin mengambil makanan yang meragukan, Aku tidak bisa memasukkannya ke dalam mulutku. Hal ini sering kali terjadi. Aku tahu bahwa bayi yang berada di rahimku adalah seseorang yang istimewa. Oleh sebab itu, Aku sangat berhati-hati dan memilih makananku dari makanan yang terbaik dan halal.”

Di masa kanak-kanaknya, beliau adalah seorang pegulat. Beliau sangat suka mempelajari berbagai macam aliran gulat, sehingga beliau menjadi pegulat yang terkenal di masanya. Pegulat-pegulat akan berkerumun dan belajar darinya. Suatu hari, ada seseorang yang menyaksikannya bergulat. Terbersit dalam benaknya, “Bagaimana mungkin seseorang yang merupakan keturunan Rasulullah yang sangat menguasai syari’at dan thariqat, melakukan latihan seperti ini?” Tiba-tiba dia tertidur dan bermimpi kalau dia berada di Hari Pembalasan. Dia merasa dirinya berada dalam kesulitan dan akan tenggelam. Kemudian Syaikh Sayyid Amir al-Kulal muncul di hadapannya dan menyelamatkannya keluar dari air. Ketika terbangun, dia mendapati Sayyid Amir al-Kulal di dekatnya dan berkata, “Apakah kamu telah menyaksikan kekuatanku dalam bergulat dan kekuatanku dalam memberi perantaraan?”

Suatu ketika seseorang yang akan menjadi gurunya, yaitu Syaikh Muhammad Baba as-Samasi, melewati arena gulat bersama para pengikutnya. Beliau berhenti dan berdiri di sana. Bisikan setan masuk kepada salah satu pengikutnya dan membisik, “Bagaimana seorang Syaikh berdiri di arena gulat seperti ini?” Dengan segera Syaikh melihat muridnya itu dan berkata, “Aku berdiri di sini demi seseorang. Dia akan menjadi seorang ‘Arif (Ahli Makrifat) yang besar. Orang-orang akan mendatanginya untuk meminta bimbingan dan melalui dia orang bisa meraih posisi tertinggi dari Kecintaan Allah dan dalam Kehadirat Ilahi. Aku bermaksud untuk membawa orang ini di bawah pengawasanku.” Pada saat itu Sayyid Amir menoleh kepadanya, dia merasa tertarik (secara spiritual) dan meninggalkan gulatnya. Beliau mengikuti Syaikh Muhammad Baba as-Samasi ke rumahnya. Syaikh Samasi mengajarinya dzikir dan prinsip-prinsip thariqat, dan berkata kepadanya, “Sekarang engkau adalah anakku.”

Sayyid Amir al-Kulal mengikuti Syaikh Samasi selama 20 tahun, menghabiskan waktunya dengan berdzikir, khalwat, ibadah, dan melakukan penyangkalan diri sendiri. Tidak ada yang melihatnya dalam kurun waktu 20 tahun itu kecuali dalam bimbingan Syaikhnya. Beliau akan mendatangi Syaikhnya di daerah Samas setiap hari Senin dan Kamis, meskipun jaraknya 5 mil dan perjalanannya sangat berat, sampai beliau mencapai keadaan tidak terhijab (mukashafa). Pada saat itu ketenarannya mulai tersebar ke mana-mana sampai beliau wafat. Dia menjadi Guru dan Pembimbing dari Kepala Suku Berlas bernama Turghai (wafat 1356 M) dan putranya Amir Timur (wafat 807H/1405M). Salah satu dari muridnya yang paling terkenal adalah Muhammad Baha’udiin an-Naqsyabandy putra Muhammad Baha’udiin al ‘Uwaysi al-Bukhari, yang terkenal sebagai pendiri Thariqah Naqsyabandiyah saat ini.

Disebutkan dalam Kitab al-Bahjat as-Saniyya Sayyid Amir al-Kulaly terbiasa melakukan dzikir dzahir (dengan suara keras) pada saat berkumpul dan dzikir khafy (dalam hati) bila sedang menyendiri. Namun ketika Bahauddin Naqsybandy menerima rahasianya, beliau hanya menjalankan dzikir khafy. Walaupun pada saat berasosiasi dengan Sayyid Amir Kulaly, bila mereka mulai berdzikir dzahir, baha'udin biasanya beranjak dan pergi ke kamarnya untuk mengerjakan dzikir khafy. Hal ini membuat beberapa murid agak kecewa, meski Syaikhnya melakukan dzikir dzahir, beliau tetap melakukan dzikir khafy. Namun beliau tetap melayani Syaikhnya sepanjang usianya.

Suatu hari, saat Bahauddin dan semua murid Sayyid Amir Kulal sedang beristirahat dari pekerjaan membangun sebuah masjid yang baru, Sayyid Amir Kulal berkata, "Barang siapa yang memiliki prasangka buruk tentang muridku Bahauddin, dia adalah salah. Allah SWT telah menganugerahinya suatu rahasia yang belum pernah diberikan kepada siapapun sebelumnya. Bahkan Aku pun tak mampu untuk mengetahuinya".

Beliau lalu berkata padanya,Wahai anakku, Aku telah memenuhi wasiat dan nasihat Syaikh Muhammad Baba as-Samasi ketika beliau menyuruhku untuk membesarkanmu dan merawatmu dalam jalan latihanku hingga engkau menjadi lebih baik dari padaku. Hal ini telah kukerjakan, dan engkau telah memiliki kemampuan untuk melanjutkan ke tingkat yang lebih tinggi lagi. Jadi, saat ini Aku sepenuhnya mengizinkan engkau untuk pergi ke mana pun yang engkau kehendaki untuk mendapatkan ilmu yang lebih tinggi derajatnya dari siapa pun yang engkau temui. kata sayyid Amir al-Kulaly ra. kepada Baha'uddin an-Naqsyabandy ra.

Beliau mempunyai empat orang anak, as-Sayyid al-Amir Burhanuddin, as-Sayyid al-Amir Hamzah, as-Sayyid al-Amir Syah, and as-Sayyid al-Amir ‘Umar. Syaikh Sayyid Amir al-Kulaly wafat di desa yang sama dengan tempat beliau dilahirkan, Sukhar, pada 8 Jumadil Awwal, 772 H/1370 M dan dikuburkan di Syahrisabz . Wallahu A'lam.
Sumber: Sufisme