Belajar Mengenali Nafsu

Belajar mengenali nafsu yang jumlahnya sedikit, jumlahnya tujuh dan pada tempatnya yang tujuh ini tidak lain latihannya adalah dengan menggunakan dzikir kepada Allah. Syeikh Ibnu Atho’illah dalam Syarah Al-Hikam mengatakan; “Wa man lam yajid maqomahu fal yujahid bilyahdloh wal ahkam”. Maksudnya, barangsiapa yang belum bisa menemukan maqom (kedudukannya) di waktu kita shalat, maqom munajat belum pernah kita temu, saat shalat dimulai Allahu Akbar ruhnya keluar melayang-layang menengok ke sawah, menengok ke kantor, maka nanti kita begitu dikunci mulutnya kemudian tangan-tangan kita membuka catatan amal, akan terlihat seluruh gerak-gerak kita dari akil baligh sampai meninggal.

Ketika kalian shalat Allahu Akbar, dalamnya [ingatannya] jebol keluar melayang-layang ke mana-mana. Demikian itu setiap saat. Artinya orang itu belum bisa muqim (menduduki maqom) munajat kepada Allah SWT sehingga perasaannnya tetap keluyuran.

Mekipuan ketika shalat jasadnya tidak bergerak sampai salam, tapi angan-angannya melongok keluar. Jadi kalian ketika shalat itu seperti orang tidur, meskipun jasadnya tidak bergerak tapi ruhnya keluar gentayangan. Ruh kalian gentayangan seperti yang terlihat pada film-film ‘mistik’ yang kita saksikan di layar TV. Memang yang namanya ruh itu ada dua macam, ada ruh fuady dan ruh jasady.

Selama ruh fuady belum keluar dari jasad maka orangnya belum akan mati. Tapi jika ruh jasady nya keluar, tubuhnyanya tidak merasakan apa-apa namun ruhnya melihat ke mana-mana, sama seperti saat kalian tidur (mimpi pergi dan melihat ke mana-mana). Kalian ternyata masih seperti itu, tidurnya seperti itu, shalatnya juga seperti tidur [tidak shalat dalam keadaan sadar].

Makanya mulai saat inilah kita belajar dzikir kepada Allah supaya shalat bisa ingat Allah, dzikir juga bisa benar-benar ingat Allah, segala sesuatunya kita juga bisa ingat kepada perintah Allah. Nah, cara belajarnya harus dengan kalimat dzikir Laailaaha illAllah sebagaimana tadi telah disinggung oleh Bapak Anhari dari KORWIL, yaitu; “Afdlolu dzikri fa’lam annahu Laa ilaaha illAllah”. Sampai diriwayatkan oleh ahli hadits dalam Kitabnya yaitu Ihtisarul ‘Ibad. Di situ dalam bab kalimat Laa ilaaha illAllah disebutkan;
“Laa yaqtadiru ‘alal ‘abdi min man qoola Laa ilaaha illAllah [miata marroh, red] illaa man qoola bimitslihi au zaadahu”. Tidak ada yang bisa mengimbangi orang yang membaca Laa ilaaha illAllah (100x), meskipun telah membaca wirid ini atau wirid itu seribu kali, kecuali orang membaca kalimah yang sama dengan jumlah (kualitas) yang sama atau lebih.

Makanya dalam Tarekhat Qodiriyah wa Naqsyabandiyah diajarkan membaca Laa ilaaha illAllah sebanyak 165 kali [lebih dari 100 x, red]. Menurut Waly Mursyid dalam hal itu [hitungan 165, red] ada ‘adadul barokah, yaitu hitungan yang membawa berkah. Jika kalian hanya membaca 100 kali, maka bacaannya itu baru pas-pasan saja namun belum dapat menandingi kebaikan orang yang membaca 100 x, sehingga belum mendapatkan keberkahan yang melimpah.

Tapi jika kalian membacanya sampai 165 kali [lebih dari 100, red] maka itu adalah ‘adadul barokah (hitungan yang telah memberkahi). Makanya jika membaca Laailaaha illAllah, sebaiknya paling sedikit 165 kali [supaya lebih dari cukup, red], lebih dari itu tentunya lebih baik. Tapi tidak harus dibaca begitu saja [harus digurukan, supaya tepat sasaran, red].

Kanjeng Nabi bersabda; “Asyaddun naasi yaumul qiyaamati bisyafa’atiy man qoola Laa ilaaha illAllah kholishon mukhlishon min qolbih” (Manusia yang paling beruntung pada hari kiamat dengan menerima syafa’atku adalah orang yang bisa membaca Laa ilaaha illAllah dengan ikhlas, yaitu yang keluar dari hati yang telah bersih dari ingatan ‘selain Allah’). Bagaimana cara membersihkan hati dari ingatan selain Allah sementara uneg-uneg (ingatan) kepada selain Allah mengalir terus dalam hatinya?

Makanya kalimat Laa ini ditarik dari bawah pusar, dari bagian badan yang paling rendah kira-kira sampai terasa getaran suaranya pada tengah-tengah dada kemudian putarkan ke atas sampai kepala yaitu dari kening (antara dua alis) sampai ke kepala bagian belakang. Itu kalimat Laa. Karena membayangkan kalimat Laa yang bergetar pada tengah-tengah dada itulah, sehingga uneg-uneg yang lain tidak lagi diperlukan. Karena terpancang oleh pemasangan kalimat Laa, menyebabkan semua uneg-uneg (perasaan) yang ada di tengah-tengah dada mulai hilang.

Kalimat Ilaaha [dari kepala, red] kemudian dijatuhkan ke dada sebelah kanan sebab sumber perasaan (uneg-uneg) itu juga ada yang terletak di sebelah kanan yang berjumlah dua, yaitu Lathifatul Khofy dan Lathifatur Ruh. Ilaaha kita jatuhkan bukan hanya menyentuh Lathifah sebelah kanan saja tapi juga membawa kotoran yang ada di kepala kita kemudian kita jatuhkan. IllAllah juga membawa semua perasaan yang ada di kepala, kemudian kita jatuhkan ke lathifah (dada) sebelah kiri bidlorbin syadidin wa shautin qowiyyin (dengan pukulan yang keras dan suara yang kuat).

Kalimat Laa ditarik dari bawah pusar kira-kira sampai ke tengah-tengah badan, putarkan dulu di tengah-tengah dada kemudian ditarik ke atas sampai antara dua alis dan tembus hingga kepala bagian belakang sambil menggiring kotoran (perasaan) yang tidak baik dan setelah kotoran terkumpul jatuhkan ke sebelah kanan bersama kalimat Ilaaha dan ke sebelah kiri bersama kalimat IllAllah.

Demikian itu sambil membayangkan makna kalimat Laa ilaaha illAllah tersebut bahwa Laa maqshuda illallloh (tidak ada yang dituju selain Allah). Jadi menggambarkan kalimat itu juga tujaannya hanya Allah. Saat menjatuhkan pukulan ke sebelah kanan tujuannya hanya Allah dan saat menjatuhkan pukulan ke sebelah kiri tujuannya juga hanya Allah.

Jangan diartikan secara harfiyyah [dan sepotong sepotong, red] Jika diartikan secara harfiah saja, Laa artinya tidak ada, Ilaaha artinya Tuhan dan illAllah artinya selain Allah. Jika kalian membaca dengan mengartikannya secara harfiyyah Laa Ilaaha kemudian kalian meninggal berarti kalian mengartikannya adalah tidak ada Tuhan. Jika hal itu terjadi berarti kalian mati dalam keadaan tidak beriman.

Makanya angan-angankanlah Laa ilaaha illAllah dengan makna Laa maqshuda illAllah; setiap hurufnya kalian maqsudkanlah (angankan) sebagai Allah, sebab “Kullu ma’nal kutubu yujma’u fil Qur-an wama’nal qur-anu yujma’u fil suratil fatihati wama’nal fatihati yujma’u filbasmalati wama’nal basmalati yujma’u fil bi bi kaana maa kaana wa bi yaqulu man yaqulu”. Jadi makna setiap huruf Al-Qur’an adalah Allah, yaitu Allah Yang Mengadakan. Jadi maknanya sudah faham kan?

Kita ini sebenarnya seperti sudah mulai memasuki kelas menengah (mutawasith) yang sudah mulai memaknai kalimat Laa ilaaha illAllah dengan Laa maqshuda illAllah (tidak ada yang dituju selain Allah) sebab [ketika di sekolah dasar, red] kita telah yakin bahwa laailaaha illAllah itu bermakna “tidak ada Tuhan yang berhak disembah selain Allah”. Dan nanti di sekolah tingkat atas [kalimat Laailaaha illAllah dengan makna Tiada yang dituju selain Allah, red] masih bisa ditingkatkan lagi maknanya menjadi Laa mawjuda illAllah (tidak yang mewujudkan selain Allah). Maqom fana billah akan mulai dimasuki pada Laailaaha illAllah yang bermakna Laa mawjuuda illAllah ini.

Allah jugalah yang mewujudkan pusing di kepala. Segala perasaan kita yang mewujudkan adalah juga Allah. Karena itu kita serahkan saja semuanya kepada Allah, lisannya mengucapkan Laa ilaaha illAllah dan hatinya mengucapkan Allahu Allah.

Demikian itu baru kholishon mukhlishon min qolbih Semua perasaaan selain Allah mulai menjadi bersih karena di dalam hatinya telah diisi Allahu Allah yang ditempatkan pada Lathifah-lathifah yang jumlah ada tujuh tempat. Tiga Lathifah ada ditengah-tengah badan sampai pada kepala, yang dua di sebelah kanan dan dua yang lain di sebelah kiri.

Gerakan dan pukulan harus tepat saat mengucapkan Laa ilaah illAllah dengan hati terus mengucapkan Allahu Allah. Bila telah demikian semuanya akan menjadi mudah, menangispun bukan masalah sebab itu yang mewujudkan Allah, disengat nyamuk terasa sakit, sakitnya itu yang mewujudkan juga Allah, semuanya menjadi mudah kita serahkan kepada Allah.laa yabqoo ‘alaa wajhil ardli man yaqulu Allahu Allah” (Tidak akan terjadi kiamat kecuali tidak ada lagi di permukaan bumi orang yang mengucapkan Allahu Allah). Ini haditsnya persis menggunakan Allahu Allah, tidak hanya ucapan Allah (tapi tidak bermakna Allah), itu bukan, tapi Allah yang maknanya juga Allah.

Kadang-kadang kita menyebut Allah tapi dalam hati ternyata berbuat sembrono, membaca Allah tapi dalam hatinya kurang ajar, membaca Allah tapi dalamnya syetan. Jadi seperti orang tua yang disakiti oleh anak kecil lalu berteriak “Allah…..” sambil menyentlik (disertai marah-marah). Itu berarti ucapan Allah yang tidak benar. Nah, yang kita inginkan ini adalah ucapan Allah yang di dalamnya juga Allah, Allah yang hakekatnya Allah, Allah yang Huwa Allah, bukan Allah dalam bentuk yang lain baik itu pangkat duniawi dan lain sebagainya tapi Allah yang Allah. Makanya dzikirnya Allahu Allah [Allah itu Allah, red].