Mengenal Hakikat Ma'rifat Kepada Allah

Allah selalu menyertai seluruh makhluk-Nya,InnAllaha ma’akum ainama kuntum. Allah selalu bersama kalian semua di manapun kalianberada. Nah, perihal kesertaan-Nya ini sulit dimengerti jika kalian belum faham, belumkenal dengan Sifat Allah. “Mana, katanyaAllah bersama kita, di mana?” Kita ma’rifat kepada Allah itu ada dua macam, ada ma’rifat bidzatillah dan ma’rifat bishifati wa asma’illah.

Bagi umumnya manusia di alam dunia ini, hanya bisa mengenal kepada Allah SWT Sifat-Nya dan Asma-Nya saja. Sifat Qodrat (Kuasa), Irodat (Berkehendak), Sama’ (Mendengar), Bashor (Melihat), itu bisa kita kenal.

Dan memang penglihatan maupun pendengaran-Nya begitu luas meliputi segala makhluk. Meliputi atau mencakup seperti mata kamera. Nah, mata dari kamera tersebut meliputi seluruh yang ada di sini meskipun kalian duduk di sudut ruangan ini bisa diliput dengan kamera tersebut. Itu namanya penglihatan Allah SWT.

Pendengaran Allah SWT juga meliputi seluruh makhluk di manapun berada. Peliputan Allah, penglihatan Allah, pendengaran Allah tersebut aqrobu min hablil warid (lebih dekat dari pada urat leher kita). Urat leher itu apa? Ini bisa dijadikan gambaran karena urat leher adalah pusat kehidupan manusia. Jika urat ini terpotong matilah kita dan urat leher (urat nadi) ini sebagai alat peredaran darah dari kepala sampai jantung sehingga bila ada otak belakangnya yang pecah dinamakan orang itu stroke.

Orang yang dimikian ini sudah tidak bisa mengucapkan apa-apa, bahkan kadang-kadang mulutnya jadi bencong karena otak belakang untuk peredaran darahnya pecah. Nah, Allah lebih dekat kepada kita dari pada urat leher kita sendiri itu. Qodrat-Irodrat-Nya, Sama’-Bashor-Nya lebih dekat dari pada itu sehingga masuk ke jantung kita. Dengan demikian gerakan jantung, denyutan jantung tersebut bukanlah kita yang menggerakkannya, tetapi Allah, yang berada lebih dekat dari urat leher kita sendiri.

Kita telah sering yakin, kitapun telah banyak tahu bahwa semuanya akan kita jawab dengan kata ‘Allah’, tapi terkadang rasa (perasaan) kita belum bisa menerima [belum pas dengan keyakinannya]. Dalam otak kita tumbuh keyakinan akan adanya Allah setelah mendengar para Kyai yang membacakan kitab tauhid bahwa “Al-makhluqotu mu’alaqotun biqodrati wa iraodatillah” (Semua makhluk berhubungan dengan ketentuan dan kehendak Allah).

Jika Kyai kuno memaknainya dengan ‘gumantung’ (bergantung), yaitu bergantung kepada Qodrat dan Iraodat-Nya Gusti Allah, maka arti bergantung itu adalah berhubungan. Bisa diartikan pula dengan ketergantungan kepada kehendak dan ketentuan Allah. Perasaan ini perlu kita telusuri, apakah perasaan seperti ini ada di otak atau ada di perut.