Perbedaan Dzikir Jahr dan Dzikir Khofi

Dan dzikir itu ada dua macam (jahar dan khofiy) supaya Lathifah-lathifahnya tersebut bisa terus berdzikir. Dzikir yang diucapkan dalam perasaan (hati) ucapannya berbeda dengan dzikir yang di lisankan (Laa ilaaha illAllah). Adapun yang di dalam hati akan diolah dalam tujuh tempat tapi untuk saat ini hanya dalam satu tempat saja, yaitu di dada sebelah kiri kira-kira dua jari bawah punting susu yang di situ ada perasaan yang namanya Lathifatul Qolby.

Di sinilah perasaan yang membolak-balikkan (yuqolibullohu kaifa sya’a), membolak-balikkan perasaan dalam Lathifatul Qolby dari Allah seakan-akan itu Nur Allah Sendiri. Kadang-kadang senang, kadang-kadang loba, kadang-kadang pelit, kadang-kadang benci dan kadang-kadang tidak benci, semunya itu dari perasaan. Nah, kita olah dahulu Lathifatul Qolby dengan dzikir Allah… Allah… supaya hati bisa menyebut Allahu… Allah.

Sebelumnya mari kita tawasul kepada para guru (Guru Mursyid) khususnya Kanjeng Syeikh Abdul Qodir Al-Jailani dan lepada seluruh guru sampai kepada Syeikhina wa Mursyidina Ahmad Shohibul wafa Tadjul Arifin atau Abah Anom. Lahum Al-Fatihah…

Setelah kita bertawasul, kita membaca istighfar (memohon ampunan) kepada Allah dan bertaubat kepada Allah, istighfarnya yaitu, “Astaghfirullooha Rabbiy min kulli dzanbin wa atuubu ilaih” (Aku mohon ampun kepada Allah, Tuhan Pemeliharaku, dari semua dosa, dan aku bertaubat kepada-Nya).

Setealh istighfar, kita membaca Sholawat (seperti pada tahiyyat). Mari kita baca bersama-sama; “Astaghfirullooha Rabbiy min kulli dzanbin wa atuubu ilaih…3x. Alloohumma sholli ‘alaa Sayyidinaa Muhammad wa ‘alaa aali Sayyidinaa Muhammad … fil ‘alamiena innaka hamiedun majied. Ilaahiy Anta Maqshhudiy wa ridloka mathluubiy a’thieniy mahabbataka wa ma’rifatak”.

Syaratnya harus menundukkan kepala, mata terpejam, mulut tertutup tidak bergerak dan gigi menggigit (terkatup) sehingga lidah bisa menempel ke atas langit-kangit. Mulai dengan memandang ke sebelah kiri, yaitu bawah puting susu, silakan tunjuk dengan jari kalian masing-masing kira-kira dua jari bawah puting susu. Konsentrasikan, pusatkan perasaan (bayangan). Kita mulai, dzikirnya; “Allahu… Allah…”. Jangan dilisankan, jangan pula menggerakkan mulut; “Allahu… Allah…”. Dalam hati, dalam Lathifatul Qolby, tundukkan kepala dengan kuat dan yakinlah bahwa penglihatan Allah, pendengaran Allah menyertai kita, ketentuan dan kehendak Allah juga terus menyertai kita; “Allahu… Allah…”.

Kita pasrahkan semua masalah, kita rasakan bahwa semua itu dari Allah dan kita kembalikan kepada Allah; “Allahu Allah…”. Seluruh perasaan, seluruh angan-angan kita kumpulkan menjadi satu di sebelah kiri kemudian kita gempur di dalamnya sekeras-kerasnya dalam angan-angan hati; “Allahu… Allah…”. Rasakan bahwa kita hina, kita celaka jika hati kita tetap berperasaan dan berangan-angan duniawi, “Qod aflaha man tazakkay waqod khoba man dassaahaa” (Sungguh beruntung orang yang membersihkan hatinya dari perasaan yang kotor dan sungguh celaka orang mengotorinya). Ayo terus ucapkan dalam hati; “Allahu… Allah…”. Timbulnya angan-angan, yang mewujudkan juga Allah, timbulnya perasaan yang menimbulkan juga Allah; “Allahu… Allah…”.

Dzikir ini dilakukan bersama masuk dan keluarnya nafas sehingga nafasnya diatur, masuknya dari sedikit dan begitu pula dengan keluarnya dengan diiringi dzikir “Allahu… Allah…”. keluarnya nafas, sertailah dengan; “Allahu… Allah..”.

Masuknya nafas juga tetap kita iringi dengan “Allahu… Allah…”. Kita serahkan semua perkara kepada Allah, yaitu Allah yang Maha Pemberi, Allah yang Maha Mencukupi, Allah yang Maha Menentukan; “Allahu… Allah…”, kita pasrah, “Waman yatawakkal ‘alAllahi fahuwa hasbuh” (Barangsiapa bertawakkal kepada Allah maka Allah cukup baginya). Pada hakekatnya Allahlah yang menyampaikan semua perkara; “Allahu… Allah… Allahu… Allah .., Laa ilaaha illAllah, Sayyiduna Muhammadun Rasululloh dholAllahu ‘alaihi wassalam”.

Para Bapak dan semua hadirin, dzikir khofi seperti ini adalah menurut Thoreqot Naqsyabandiyyah. Yang demikian ini tidak ada batasan, tidak dibatasi 165 kali atau 1000 kali, tapi harus terus kita usahakan. Jika kita lupa, maka kita sebut kembali dengan Allahu… Allah dalam hati sehingga jangan sampai kita sering ghoflah (lalai).
Firman Allah, “Wadzkur Rabbaka fiy nafsika tadlorru’an wakhiefatan waduunal jahri minal qauli bighuduwwi wal aashool wallaa takun minal ghoofilien” (Sebutlah nama Tuhanmu dalam kesendirianmu dengan menunduk, penuh rasa takut dan dengan tanpa mengeraskan suara (dzikir dalam hati) di waktu pagi dan sore dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang lalai).

Tang demikian ini adalah bertujuan supaya ketika sedang berbincang-bincang dengan teman, mencangkul, jual-beli, hati kita tetap bisa dzikir kepada Allah sehingga usaha kita jika jalan kaki misalnya, maka kaki tersebut kita gunakan untuk berdzikir kepada Allah.

Saat kita melangkahkan kaki kanan-kiri, dalam hati kita menyebut Allahu… Allah. Begitu pula dengan ayunan tangan saat kita berjalan juga kita gunakan untuk berdzikir Allahu… Allah dalam hati. Mendengar detak jarum jam juga kita gunakan sebagai alat dzikir Allahu… Allah. Mendengar instrumental (alat musik) juga kita gunakan sebagai alat dzikir Allahu… Allah. Jadi semua keadaan yang terjadi di alam ini bisa kita jadikan sebagai alat dzikir kepada Allah SWT. Apabila mampu seperti ini barulah orang itu bisa tidak berhenti dari dzikir meski hanya satu kedipan mata. Mudah-mudahan kita dijadikan golongan orang-orang yang dapat berdzikir krpada Allah SWT. ["Amien..."].

Allahuma ij’alana minadz dzaakiriena wadz dzaakirot.
Allahumma nawwir qulubana bikulli hidayatika kama nawwarta binuri syamsika abadan abadan.
Robbana taqobbal minna innaka Antas Samie’ul ‘Alaiem watub ‘alaina innaka Anta Tawwabur Rohiem.
Robbana dholamna anfusana wa inlam taghfir lana watarhamna lanakunanna minal khosirien.
Robbana atina fid dunya hasanatan wafil akhiroti hasanatan wa qina adzaban naar, wa adkhilna jannata ma’al abror Ya ‘Aziezu Ya ghoffar. Wa sholAllahu ‘alaa
Sayyidina Muhammadin an-nabiyyil umiyyi wa a’alaa alihi wa shohbihi wa azwajihi wa dzurriyyatihi wa ahli baitihi ajma’ien wasallam.
Subhana Roobika Robbil ‘Izzati ‘amma yashifuun wa salamun ‘alal mursalien wal hamdulullahi Robbil ‘alamien.