Tujuan Talqin Dzikir

Adalah melaksanakan perintah Alloh SWT. Alloh berfirman; “Fa is’aluu ahladz dzikri in kuntum laa ta’lamuun”. Yang namanya is’al, artinya dalam bahasa kita yaitu mintalah. Bisa juga diartikan dengan makna bertanyalah. Bisa pula dengan makna mintalah izin (ijazah, petunjuk) kepada orang yang ahli dzikir, yaitu Guru Mursyid. Sebab yang berhak memberi pelajaran dzikir (dalam kategori dzikir khos), yaitu dzikir Thoreqot Qodiryyah wa Naqsyabandiyyah (TQN) hanyalah hak Guru Mursyid. 

Adapun Para Wakil Talqin adalah kepanjangan tangan seorang Guru Mursyid  (sebagai wakil) saja. Guru Mursyid itu diumpamakan sebuah bendungan air  maka Para Wakil Talqin itu sebagai kran dan ketika dibutuhkan airnya, ia akan tetap keluar air dari sumbernya, yaitu dari Guru Mursyid. Sehingga air yang keluar itu sama sesuai yang dibutuhkan baik rupa atau jenisnya, tidak ada bedanya dengan sumber air yang berada di Guru Mursyid. Adapun kran yang ada di para Wakil Talqin itu tidak mengandung air sedikitpun kecuali pemberian dari Guru Mursyid.
 
Hubungan Guru dan Murid

Didalam melaksanakan ajaran Thoreqot Qodiriyyah wa Naqsyabandiyyah (TQN) itu ada yang namanya ‘alaiq, yaitu hubungan antara murid dan Guru Mursyid, diantaranya adalah Robithoh (hubungan antara murid dan Mursyid) sebagai wasilah (perantara) atau saluran ruhani untuk berhubungan dengan Alloh.

Makanya Alloh mengajarkan; “Wa’budulloha wabtaghuu ilaihil wasilah”. Artinya, “beribadahlah kamu semua kepada Alloh dan carilah dalam menuju kepada-Nya dengan wasilah”. Pertanyaannya kenapa? Sebab kita ini tidak bisa langsung bertemu Alloh sedangkan Kanjeng Nabi Muhammad saja melalui wasilah Malaikat Jibril.


Kita sebagai umat Rasululloh Muhammad SAW yang hidup di zaman sekarang ini, tentu sudah tidak lagi dapat melihat secara langsung Kanjeng Nabi Muhammad. Begitu kan? Maka diperlukan untuk mencari wasilah, mencari perantara (wakil-wakilnya) sampai hari kiamat dan hakikatnya kita ini tetap langsung beribadah kepada Gusti Alloh. Makanya harus ada robithoh seorang murid kepada guru, guru kepada gurunya yang di atasnya lagi dan seterusnya sampai kepada Syeikh Abdul Qodir Al-Jailani. 
Ini yang disebut dengan Thoreqot jalur Qodirriyyah. 

Adapun Thariqat jalur Naqsybandiyyahnya yaitu dari guru-gurunyanya terus sampai kepada Syeikh Bahaudin An-Naqsyabandy. Beliau mengambil dari guru-gurunya sampai kepada Sayyidina Abu Bakar Ash-Shidiq dan yang Qodiriiyah (Syeikh Abdul Qodir) dari guru-gurunya sampai kepada Sayyidina Ali bin Abi Thalib KW. Kedua Sahabat tersebut mengambil benih dzikir dari Rasululloh SAW, Rasululloh dari Malaikat Jibril dan Malaikat Jibiril dari Alloh SWT.